Friday, March 13, 2020

Cerita Yang Tidak Diceritakan


Teman SMA ku pernah bertanya “Rid kamu mau kuliah dimana?”
“hmmm, yang jelas bukan di Solo” jawabku.


Tapi ternyata takdir berkata lain, dan justru sekarang aku jadi orang paling bersyukur karena bisa kuliah di Solo. Aku bangga pada diriku sendiri, kalau aku tidak di Solo, lantas siapa yang akan mengurus semua ini?

Sepeninggal mama tahun 2014 dan papa tahun 2017. Semua hal terkait mama dan papa, mulai dari penutupan rekening bank milik mama dan papa, pemindahbukuan, deposit, pembuatan surat keterangan ahli waris, urusan kantor papa, gaji papa, pensiunan papa, bpjs, pembaharuan kk, perpajakan, rumah, tanah, hingga akta kematian. Siapa lagi yang akan mengurus kalau bukan anaknya.

Awalnya aku urus bertahap sedikit demi sedikit bersama mbakku yang waktu itu masih Solo, menghabiskan jatah cutinya untuk ikut mengurus semua ini. Tapi mbakku harus kembali ke Bekasi karena pekerjaan. Ya mau tidak mau harus aku yang melanjutkan untuk mengurus ini semua agar cepat selesai.

Sungguh memang sangat tidak mudah. Banyak menyita waktu, tenaga, pikiran dan hati. Bolak balik ke Kantor Kelurahan, Kantor Kecamatan, hingga Kantor Kabupaten yang letaknya sangat jauh. Tidak hanya itu tentunya, jangan lupakan juga aku terlalu sering ke Bank, kantor papa di Kabupaten, Taspen, Kantor BPJS, dan KUA (?) untuk meminta legalisir surat nikah papa mama.

Dan yang lebih menariknya lagi adalah aku tidak hanya mengurus di 1 tempat, tapi 2 tempat! Sukoharjo dan Surakarta (Solo). Itu semua dikarenakan perbedaan domisiliku dan domisili ortu. Papa mama berdomisili di Sukoharjo, sedangkan aku awalnya juga di Sukoharjo tapi waktu mau pendaftaran SMA, aku pindah domisili ikut nenek di Solo. Karena waktu itu aku ingin mendaftar di SMA Solo, dan waktu itu sistem nya diutamakan yang putra daerah Solo. Yasudah karena papa tau aku ingin sekali SMA di Solo, jadi papa menguruskan perpindahan KK ku ikut nenek. Bisa dibayangkan aku mendatangi satu persatu, mulai dari Kantor Kelurahan sampai Kantor Kabupaten di Sukoharjo, lalu aku harus melakukan hal yang sama di Solo. Ya Allah capek banget, rasanya ingin nangis.

Semua ini tidak akan berjalan lancar dan mudah jika tanpa pertolongan Allah tentunya. Aku selalu mengingat kebaikan dari orang lain terutama di saat sedang sulit seperti ini, salah satunya yaitu customer service (CS) salah satu bank yang jadi tempat aku mengurus semuanya. Namanya mbak Indira. Gila woy tidak ngerti lagi aku…! Cuma mau nutup rekening mama sama pemindahbukuan aja ternyata ngurusnya ribetnya “naudzubullah min dzalik”, jujur lebih ribet daripada skripsi ku sumpah! Butuh waktu sekitar 3 bulan sampai semua benar-benar clear. Berkas-berkas persyaratannya banyak banget, semua harus rangkap 10. Tidak terima cuma difotokopi aja, tapi semua juga harus dilegalisir. Salah satu CS yang sudah sabar banget jelasin satu persatu, ikut misah-misah in berkas-berkas aku, yang ini harus diurus kemana, dikirim kemana, sampai juga mau buat nelpon aku ngasih tau kalau ada berkas yang kurang, padahal saat itu beliau lagi hamil besar, ya mbak Indira ini. MasyaAllah, semoga Allah selalu memberikan kemudahan dalam hidupnya. Dan sekarang aku tidak tau mbak nya ada dimana, sudah dipindahtugaskan sepertinya, tidak di bank itu lagi. Tapi aku berani jamin, kalaupun mbak Indira lupa namaku siapa, pasti mbaknya ingat sama muka ku yang dulu sudah sering merepotkannya, huhu…

Selain itu juga ada kejadian yang menjengkelkan, mengajarkanku buat lebih bersabar. Seperti saat aku ke kantor papa di Kabupaten untuk mengurus urusan administrasi kantor papa. Kan memang aku tidak tahu apa-apa, baru pertama kali kesana juga, bukannya dijelaskan dengan baik-baik tapi ibu ini terlihat tidak senang serta menjelaskan dengan nada tinggi. Yasudah tidak apa-apa, mungkin saja permasalahan hidupnya lebih berat dari aku. Kita doakan saja.

Di sela-sela jadwal kuliah yang padat, KKN, mengurus skripsi, dan koas. Setiap ada waktu luang pasti aku sempatkan untuk melanjutkan mengurus berkas lagi. Ada rasa iri juga sebenarnya tiap lihat teman-teman yang pada bisa aktif di organisasi, ikut berbagai kepanitiaan. Jujur sebenarnya aku juga suka ikut organisasi, toh dari SMA aku ikut OSIS sama PMR, sering ikut kepanitiaan yang seru abizzzz. Tapi mungkin ini jalanku, sudah harus bisa memilih mana yang jadi prioritas.

Masih teringat sama teman aku yang menawarkanku untuk jadi koordinator seksi bidang di sebuah acara yang cukup besar. Tidak hanya di satu acara saja, tapi ada 3 acara kepanitaan besar. Makasih ya sudah mau meminta dan percaya sama aku. Tapi jawabanku akan selalu sama, maaf aku tidak bisa. Bukannya aku tidak mau tapi memang tidak bisa, aku mau banget buat bantu tapi mungkin bukan jadi koordinator, karena ya aku memang ada prioritas lain yang sudah aku ceritakan di awal.

Pada akhirnya manusia hanya bisa berencana, tapi Tuhan lah yang memutuskan. Yang baik bagimu, belum tentu baik bagi-Nya. Dari ini semua aku belajar banyak, mempelajari sesuatu yang tidak akan aku dapatkan di sekolah. Terimakasih Allah, semoga aku dan keluargaku selalu dalam lindungan-Mu.
 


Saturday, December 28, 2019

Refleksi Diri

Refleksi Palang Merah Indonesia

Akhirnya kelar juga masa stase koas di RSUD Moewardi selama kurang lebih 80 minggu lamanya. Eeiitsss…. tapi jangan senang dulu, ternyata masih ada stase lanjutan yang bernama Stase Integrasi. Stase Integrasi ini akan dilalui selama 3 bulan lamanya. Kita bakal belajar di RS UNS (Universitas Sebelas Maret) dan PMI (Palang Merah Indonesia) cabang Solo. Katanya sih stase integrasi ini dibuat agar kita dapat mengintegrasikan dan mengaplikasikan ilmu-ilmu yang sudah kita dapat di stase koas sebelumnya. Oke dan kali ini saya akan me-review sedikit tentang apa saja yang saya dapat selama di PMI Solo.

Mengikuti kegiatan stase masa koas di PMI Solo merupakan salah satu pengalaman yang luar biasa. Selama dua pekan dari tanggal 9-21 Desember 2019 kami sekelompok beranggotakan 12 orang, terbagi dalam 4 kelompok kecil mengikuti kegiatan di PMI yang terbagi menjadi 4 substase. Saya masuk ‘Kelompok A’ yang terdiri dari 3 orang.

Substase pertama yang saya dan 2 teman saya  ikuti yaitu di Unit Donor Darah (UDD) selama 2 hari berlokasi di PMI Solo. Di sana kami belajar banyak tentang apa itu donor darah, dari alur registrasi menjadi peserta donor darah, bagaimana pengelolaan penyimpanan darah, hingga darah siap didistribusikan bagi pasien yang membutuhkan. Dari situ saya melihat ternyata antusiasme masyarakat Kota Solo untuk menjadi peserta donor darah sudah cukup tinggi, terbukti dari banyaknya jumlah peserta donor darah di PMI dalam sehari sekitar 80-100 peserta, belum lagi para pendonor dari tempat lain melalui mobile unit PMI. Selain itu fasilitas yang disediakan PMI Solo juga sudah cukup baik, dari tata ruang tempat pendonor terlihat nyaman dan menarik. Juga tersedia snack dan minuman bagi pendonor. Di hari kedua, kami juga memasuki laboratorium tempat dimana darah dikelola dan disimpan. Darah dapat dikelola dicek keamanan nya apakah sudah siap pakai. Tentunya dengan menggunakan mesin-mesin canggih dan modern yang sudah dimiliki oleh PMI.

Pada hari Kamis tanggal 12 Desember 2019, kami sekelompok 12 orang mengikuti kegiatan susur kampung di daerah Mojosongo, didampingi oleh pembimbing kami, dokter pmi, karyawan apoteker, dan bapak ketua RT setempat. Kegiatan susur kampung merupakan salah satu program Dompet Kemanusiaan dari PMI, dimana kita bisa menjaring atau menemukan masyarakat di daerah yang sedang sakit dan sekiranya membutuhkan pertolongan. Saya dan teman-teman sangat antusias mengikuti kegiatan ini karena kami berkesempatan terjun langsung ke masyarakat dengan melihat berbagai kondisi yang ada di sekitarnya. Kegiatan ini bisa menumbuhkan rasa empati kita terhadap sesama, ternyata masih banyak orang yang kesusahan dan membutuhkan pertolongan terutama di bidang kesehatan. Kami mendatangi rumah warga, saling berinteraksi dengan warga, mengecek kondisi kesehatan, dan tak lupa memberi edukasi mengenai kesehatan.

Substase kedua yaitu Poliklinik dan Klinik Hemodialisa (HD). Kami bertiga berbagi tugas ada yang di Poliklinik dan ada yang di Klinik Hemodialisa saling bergantian selama 2 hari. Kegiatan di Klinik Hemodialisa, antara lain melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien yang akan di HD serta memantau jalannya hemodialisa yang berlangsung selama 4,5 jam per sesi. Sedangkan di Poliklinik, kami belajar layaknya sudah menjadi dokter yang mampu mendiagnosis serta memberi tatalaksana mandiri kepada pasien yang berobat. Tetapi jika mengalami kesulitan, kami bisa berkonsultasi dengan dokter PMI yang berjaga di Poliklinik saat itu.

Substase ketiga yaitu di Griya PMI, kelompok kecil saya mendapat kesempatan menginap di Griya PMI selama 2 hari 2 malam. Griya PMI terletak terpisah dari gedung utama PMI Solo, tepatnya terletak di daerah Mojosongo. Griya PMI ini terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Griya Peduli dimana menampung orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang terlantar dan Griya Bahagia tempat menampung lansia terlantar. Kegiatan kami di sini setiap pagi dimulai dari jam 05.30 WIB membantu membagikan sarapan, lalu sekitar jam 08.00 WIB kami melakukan visit dan pemeriksaan kesehatan bagi lansia maupun ODGJ terutama yang mempunyai keluhan. Jika ada warga (sebutan untuk ODGJ di Griya PMI) maupun lansia yang memiliki keluhan dan diperlukan tatalaksana lebih lanjut, biasanya akan kami konsultasikan dengan dokter PMI terlebih dahulu. Pada siang hari kami juga membantu membagikan makan siang, lalu pada sore hari kami melakukan medikasi perawatan luka bagi lansia serta membantu memandikan para lansia dan dilanjutkan membagi makan sore. Menjelang malam hari kami gunakan untuk istirahat. Cukup melelahkan juga berada di sini, terlebih lagi melihat kondisi tempat tinggal di griya PMI ini yang dapat dikatakan masih jauh dari layak. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari kegiatan di Griya PMI ini. Awalnya saya merasa takut jika melihat ODGJ di jalan, kini justru saya melihat dari sisi yang lain dan merasa iba. Para ODGJ tersebut juga masih sama-sama manusia yang perlu ditolong, bukan diasingkan dan dihindari. Kemudian para lansia yang ada di Griya Bahagia adalah para lansia yang terlantar, ditinggalkan oleh keluarganya atau keluarganya sudah tidak ada yang mau lagi mengurusi. Miris memang, dengan adanya ini seharusnya bisa lebih membuka mata kita untuk saling peduli terhadap sesama, tak memandang perbedaan selama kita masih sama-sama manusia dan lebih peduli terhadap keluarga kita masing-masing.

Substase terakhir yaitu Dompet Kemanusiaan (DK) dan Penanggulangan Bencana (PB). Kegiatan di DK sama seperti susur kampung, hanya saja masyarakat sasaran DK sudah diketahui jadi kami tinggal mem- follow up. Pada hari pertama kami melakukan kegiatan DK di daerah Kepatihan Wetan, Ngoresan, dan Mojosongo. Kami mengunjungi sekitar 6 pasien dengan kondisi penyakit yang berbeda-beda, dari usia dewasa muda sampai lansia. Pada kunjungan ini kami melakukan pemeriksaan kesehatan, memberi edukasi, dan memberikan obat-obatan jika dibutuhkan. Pada hari kedua kegiatan DK di daerah Mojosongo dan Pucangsawit, pada kegiatan kali ini selain mengecek kondisi kesehatan pasien, kami juga mendistribusikan bantuan dari PMI berupa sembako, alat bantu walker dan tongkat tuna netra bagi pasien yang sebelumnya sudah diusulkan untuk diberi bantuan tersebut. Kemudian untuk kegiatan PB biasanya menyesuaikan kondisi, kami akan ikut kegiatan PB jika terjadi bencana baik di sekitar Solo atau di tempat lain. Kegiatan DK dan PB ini sangat bermanfaat bagi kami, bisa melatih rasa empati dan jiwa sosial. Menurut saya kegiatan ini merupakan salah satu program kemanusiaan yang harus tetap dijalankan di PMI.

Selama ini saya pikir PMI hanya berkutat dengan kegiatan donor darah saja, ternyata saya salah. Banyak juga kegiatan yang dilakukan oleh PMI, terutama di bidang kemanusiaan. Semoga dari ini kita semua dapat belajar bagaimana menjadi makhluk sosial yang baik, lebih mensyukuri hidup, dan bersyukur dengan keadaan kita saat ini.






Wednesday, February 7, 2018

Ketemu Hanif Sjahbandi part. 2

Hari Minggu (4 Feb 2018) Bela ngechat aku, tanya jadi mau nyamperin Hanif lagi apa enggak. Kemudian aku galau, mager banget sebenernya dan takut kalau gak ketemu Hanif lagi. Tau sendiri lah aku orangnya mager an (males gerak) wkwk. Tapi anehnya dengan mantap aku bales ‘iya’. Gatau itu jariku ngetik sendiri aku juga bingung *LOL*. Karena kick off mulai jam 19.30, aku mikir mungkin AREMA berangkat dari hotel 2 jam sebelumnya. Aku bilang ke Bela kita stand by di hotel mulai jam 17.00 aja. Aku berencana berangkat dari rumah jam setengah 5. Tapi sekitar jam 4 tiba-tiba hujan deras 😔 aku tungguin dulu hujannya sampai reda (karena males berangkat pakai jas hujan hehe). Alhamdulllah sebelum jam 5 hujan reda, aku langsung cus otw hotel.

Sampai di hotel ternyata banyak banget orang yang juga nungguin AREMA di luar lobby (Wooo, baru tau aku). Tapi aku sama Bela pilih nungguin di dalem lobby lah, bisa duduk dan kesempatan bisa minta foto ke Hanif lebih besar wkwk. Dan yang di dalam lobby pun cuma ada aku, Bela, adiknya Bela sama polisi-polisi gituu, hehe. Tidak berselang lama sekitar jam 17.30 (It’s mean 2 jam sebelum kick off) mulailah para pemain AREMA keluar satu-satu persatu (yaa enggak satu-persatu juga sih, ya gitulah). Wajah-wajahnya asing bagi aku, pemainnya banyak yang ganti kayaknya. Mereka semua lewat depan aku persis! Si Bela mulai panik, deg-deg an, dan mules gitu katanya wkwkw. Bela bilang kalo nanti Hanif keluar, nyuruh aku aja yang hampiri Hanif gitu. Aku jawab “Lah, kok aku Bel? Kan kamu yang udah expert”. “Gak mau mbak, aku deg-deg an” kata Bela, ya ampun Bel,.. ku ingin ngakak.

Terus keluar juga Bagas sama Rafli (pemain muda juga, sahabat dekat Hanif). Cuman aku liatin, dan lucunya mereka juga ngliatin aku balik. Mungkin Bagas sama Rafli mikir kok aku gak minta foto ke mereka gitu apa ya, gak tau deengg aku sotoy haha. Maaf ya, aku cuma fokus nyari Hanif. Aku juga liat ada bapak, ibu, dan adeknya Bagas, jelas pasti mereka datang (solo-jogja deket). Aku mulai khawatir, kok Hanif gak keluar-keluar ya, hmm. Daann tiba-tiba…

Muncullah Hanif lagi pakai headset, meskipun deg-deg an juga aku beraniin buat nyamperin Hanif.

“permisi Hanif, boleh minta Foto nggak?”
“oh iya boleh” (sambil lepas headset dan senyum 😊)
“oya Hanif, kemarin rotinya nyampe gak?”
“iya nyampe, oo…. Itu dari kamu?”
“iya dari aku sama Bela, hehe”
(Kemudian aku foto sama Hanif, gantian sama Bela dan adiknya Bela)
“makasih ya Hanif, sukses buat nanti”
“iya, sama-sama” (jalan menuju keluar lobby dan sambil senyum 😊)

Aku masih diam saja, masih terpana ngeliatin Hanif sampe dia masuk bus. Udah, gitu aja. Memang benar seperti kata orang-orang, Hanif orangnya ramah, baik dan lebih cakep aslinya banget daripada di foto hehe. Penantianku selama ini dan rasa malas yang berhasil aku kalahkan, akhirnya gak sia-sia. Terimakasih ALLAH, aku terharu :’) maaf ya buat yang baca ini, pasti anggap aku lebay, gapapa deeehh.

Sampai rumah, lanjut nonton AREMA FC vc SRIWIJAYA FC. Sedih karena ternyata Arema kalah 3-1 dari Sriwijaya. Padahal Arema tadi mainnya bagus, lebih sering nyerang malah daripada Sriwijaya. Yasudahlah mungkin belum rejeki. Aku jadi teringat surat yang aku kasih ke Hanif waktu mau nitipin roti. Awalnya aku mau nulis “semoga menang” tapi gak jadi, jadinya “apapun hasilnya nanti, semoga itu yang terbaik”. Wah, tau gitu aku tulis semoga menang ya wkwkw *abaikan*. Sekali lagi terimakasih Hanif Sjahbandi, terimakasih Bela yang udah ngajakin, kapan-kapan ketemu lagi yaaaa. Jangan lupa disampaikan lho nif salamku buat tante chia, icam dan ekal 😀
 
Nothing is impossible! 

Baru sadar pernah nulis seperti ini di official fanspage fb Hanif, 11 hari sebelum beneran ketemu sama Hanif 😀 btw, itu jam set 3 pagi kayaknya aku bangun buat solat malam. Doa apa ya aku waktu itu? haha

For the first time ngasih sesuatu buat Hanif
 
For the first time ketemu sama Bela
Ridha (kiri), Rizka (tengah), Bela (kanan) 
 
  For the first time ketemu Hanif Sjahbandi 😊

Cerita Yang Tidak Diceritakan

Teman SMA ku pernah bertanya “Rid kamu mau kuliah dimana?” “hmmm, yang jelas bukan di Solo” jawabku. Tapi ternyata takdir ber...