Saturday, October 8, 2016

Aku Bukan Anak Rantau, Tapi Hidupku Serasa Anak Rantau

Jadi ceritanya waktu itu saya sedang ingin bercerita, tapi tidak tahu mau cerita ke siapa. Jadilah saya mengirim cerita ke salah satu official account LINE favoritnya anak kedokteran, yang notabene OA LINE tersebut memang sudah biasa memposting cerita-cerita kiriman dari anak-anak rumpun ilmu kesehatan. Tapi entah kenapa saya ragu jika cerita saya harus diposting oleh sang admin, karena saya tidak ingin identitas saya diketahui oleh teman-teman nanti, karena sepertinya cerita saya sudah cukup familiar bagi sahabat terdekat saya. Yasudahlah jadinya saya tetap kirim cerita itu dengan tujuan hanya dibaca oleh sang admin saja, barangkali adminnya termotivasi…hehe. Ternyata sang admin membalas chat saya, mengatakan bahwa cerita saya bagus dan menyanyangkan cerita saya tidak diperbolehkan untuk dipost di timeline OA nya. Dari situ saya berpikir untuk mungkin bisa sharing sedikit cerita saya di blog ini, yang saya yakin blog saya ini sangat sepi dan jarang terjamah orang wkwk. Ya beruntunglah kalian orang-orang yang membuka blog ini dan bisa membaca cerita saya, semoga dapat termotivasi, aamiin :)
_________________________________________________________________________________

Min mau cerita tapi jangan di post ya min, pengen cerita aja. Maaf kalau panjang.
Masuk kedokteran itu ternyata berat ya min, butuh semangat lebih. Terutama dari orang tersayang. Jadi min, aku anak fk smt 5 di salah satu kota di jawa. Aku memang bukan anak rantau sih, tapi hidupku serasa anak rantau.

Semua berawal saat kelas 2 SMA min. Ayah jatuh sakit stroke, ibu yang merawat. Aku dan kakak sibuk sekolah. Setahun kemudian tiba-tiba ibu sakit. Waktu itu rasanya seperti 2 tahun hidup di rumah sakit. Sampai dokter belum kasih diagnosis pasti, ibu sudah meninggal dunia. Dokter bilang ibu kena ca.ovarium tapi belum sempat di biopsi. Aku syok banget min, dan itu beberapa hari setelah ultah ku ke-17 dan saat aku lagi sibuk buat persiapan UN SMA. Banyak orang yang mengira kalau yang meninggal itu ayahku, karena yang sakit duluan kan ayahku. Aku sayang banget min sama ibuku. Berkali-kali lipat jauh lebih sayang ibu daripada ayah. Banyak mimpi dan rencana yang aku buat untuk bahagiain ibu, karena selama ini ibu selalu menderita. Tapi semua itu tiba-tiba pupus. Rasanya hancur banget min aku waktu itu.

Dan sekarang ayah tinggal sama kakakku yg udah menikah di luar kota, ya 500an km dari kotaku. Aku ngekos deket kampus. Dan rumahku yg penuh kenangan jadi rumah kosong. Aku belum sempat kasih tau ibu kalo aku keterima di kedokteran. Setelah kuliah aku jadi nyesel banget min, harusnya aku tau tanda-tanda nya kalo ibu lagi sakit. Ibu sering ngeluh sakit perut dan menorrhagi, tapi ibu mengabaikannya. Sumpah min aku jadi sering nyalahin diri sendiri. Butuh waktu bertahun-tahun buat ikhlas kalo ibu udah ga ada, dan aku udah janji gak boleh nangis lagi. Mmm... Tapi min, aku nulis ini air mata keluar sendiri :"

Jujur min, aku butuh semangat. Tapi sepertinya aku yang lebih sering kasih semangat ke ayah buat sembuh. Semua ada hikmahnya, aku jadi mandiri banget, semua hal belum pernah kulakukan, aku lakukan sendiri. Mengurus ini itu, kantor ayah, perbankan, perpajakan, notaris, dll. Dan aku juga jadi sayang banget sama kakakku, kita sama-sama berjuang untuk menghadapi takdir Allah. Cuma Allah satu-satunya penyemangat terbesarku.

Aku seneng min, kalo liat temen cerita tentang keluarganya atau posting foto makan bareng ortunya, bersyukurlah kalian masih punya mereka yang selalu dengerin keluh kesah kalian kuliah di kedokteran, jaga dan temani mereka hingga tua nanti.

Udah min gitu aja, sebenernya itu baru secuil kisah hidupku, masih banyak lagi tentang keluargaku yg complicated. Tapi gak usah diceritain deh hehe...

Cerita Yang Tidak Diceritakan

Teman SMA ku pernah bertanya “Rid kamu mau kuliah dimana?” “hmmm, yang jelas bukan di Solo” jawabku. Tapi ternyata takdir ber...